Cari Blog Ini

Selasa, 12 April 2011

Down Syndrome

Down syndrome diberi nama sesuai dengan nama orang yang pertama kali mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1887, yaitu John Langdon Down.  Dan kemudian pada tahun 1959, baru diketahui bahwa kondisi tersebut terjadi akibat adanya kromosom ekstra dalam tubuh.
John Langdown Down

Reviera Novitasari
Syndrome Down merupakan bagian dari retardasi mental jika dilihat dari faktor genetiknya. Anak dengan retardasi mental akan sulit menyesuaikan diri dan susah berkembang, namun bukan berarti mereka tidak bisa berkembang. Seperti contohnya saja Reviera Novitasari (15) yang menderita down syndrome mendapat medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2008.  Ini membuktikan bahwa anak degan retardasi mental juga dapat berprestasi. Retardasi mental digolongkan menjadi retardasi ringan, moderat, berat dan parah. 

Syndrome down bisa masuk dalam kategori retardasi ringan sampai berat, tergantung rentang IQ yang dimiliki seorang anak. Anak dengan syndorme down mempunyai kromosom lebih  yaitu kromosom ke-47. Kejadian sindroma Down diperkirakan 1 per 800 hingga 1 per 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, terdapat 5429 kasus baru per tahun. Mengenai semua etnis dan seluruh kelompok ekonomi. anak-anak down syndrome memang bisa dilihat langsung perbedaannya dengan anak normal. Wajahnya bulat, tengkorak yang datar, ada kelebihan lipatan kulit di atas alis, lidah panjang, kaki pendek dan retardasi kemampuan motor dan mental. Belum diketahui kenapa ada kromosom lebih. Tapi diperkirakan ada beberapa faktor yang berperan, seperti usia ibu yang sudah cukup lanjut, terpapar ultrasound USG lebih dari 400 kali, pengaruh alkohol, obat-obatan Cina, kesehatan dari sperma dan ovumnya dan lain-lain. 

Nah, sekarang pertanyaanya adalah bagaimana cara belajar yang baik dan benar untuk seorang anak down syndrome?
Salah satunya adalah dengan intervensi dini dan dukungan ekstensif dari keluarga anak dan dari kalangan profesional. Dengan bantuan seperti itu saja, seorang anak down syndrome akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih mandiri. Selain itu bisa juga dengan mengikuti Sekolah Luar Biasa (SLB). Disini anak akan lebih diarahkan untuk bisa menjadi semakin baik lagi. Meski demikian, SLB bukanlah satu-satunya model yang dapat dikembangkan. Model SLB yang memisahkan secara segre-gatif pendidikan regular dengan pendidikan khusus semakin dikritik oleh wacana tanding yang disebut pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus yang disatukan bersama-sama dengan anak normal dalam komunitas sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif didefinisikan sebagai "sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya". Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodasi dan merespons keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Masyarakat dilibatkan sebagai mitra. Dalam lingkungan yang demikian, keanekaragaman disikapi secara adil, demokratis, setara, dan tidak diskriminatif. Jadi dengan merasa diterima, seorang anak down syndrome akan lebih mudah berkembang.


Sumber :
Santrock., J.W. (2010). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://jengfitri-ajah.blogspot.com/2010/04/down-syndrome-tantangan-pendidikan.html
http://www.parenting.co.id/archive/web/article/article_detail.asp?catid=2&id=10
http://www.ahliwasir.com/news/6355/Anak-Down-Syndrome-Juga-Dapat-Berprestasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar