Cari Blog Ini

Selasa, 17 Mei 2011

Gaya Manajemen Kelas

Pendahuluan
Manajemen atau pengelolaan kelas adalah suatu ketrampilan dan strategi seorang pengajar untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal.  Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika seorang pengajar mampu mengatur anak didik untuk mendapatkan lingkungan  pembelajaran yang positif bagi anak didik dalam strategi untuk mewujudkan nya itulah yang sering  disebut dengan manajemen kelas.
Strategi pendekatan  itu biasanya digunakan untuk mencegah dan menanggapi prilaku yang buruk dari siswa (disiplin). Dulu, kata disiplin itu lebih merujuk atau  mengarah  kepada siswa nya namun sekarang ini, kata disiplin lebih merujuk kepada manajemen kelas yang membuat siswa nya berprilaku buruk atau tidak ( Evertson &  Haris,1993). Kelas yang tidak punya masalah prilaku sama sekali tidak dapat dianggap sebagai kelas yang dikelola dengan baik dan dewasa ini, mereka tidak pernah menganggap bahwa masalah manajemen kelas itu juga merupakan hal yang penting.
Anak didik yang ditata mengikuti kegiatan dengan lingkungan pembelajaran yang positif biasanya akan menimbulkan minat dan motivasi mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas mereka. Lingkungan pembelajaran  positif meliputi fisik kelas, waktu yang efektif  dan salah satunya gaya manajemen kelas.
Proses pembelajaran merupakan  interaksi antar anak didik dan lingkungan sehingga pada diri anak  terjadi proses pengelolahan  informasi dengan baik dan  lingkungan belajar merupakan situasi yang direkayasa oleh pengajar agar proses pembelajaran menjadi efektif.
Strategi manajemen apakah yang paling sering digunakan untuk menunjang kualitas pendidikan? Topik ini diambil karena banyak guru menggunakan atau tanpa sadar menggunakan  berbagai jenis manajemen kelas yang berbeda – beda bahkan kadang pengajar tidak peduli, sehingga ingin dilihat, gaya apakah yang paling sering digunakan dan bagaimana efeknya terhadap disiplin dan prestasi siswa


Setiap pengajar mempunyai cara yang khas dalam hal mendidik anak didiknya. Begitu juga dengan manajemen kelas. Pada semua level tingkat pendidikan, membentuk sebuah lingkungan positif merupakan hal yang penting bagi siswa untuk mengoptimalkan proses belajar. Lingkungan positif  bisa didapatkan jika menggunakan strategi manajemen kelas yang sesuai dengan kondisi kelas. Oleh karena itu, strategi manajemen kelas harusnya dimiliki oleh seorang pengajar professional.

Landasan Teori
Strategi manajemen itu mencakup dari banyak hal dan salah satu cakupannya yang penting adalah penggunaan gaya manajemen kelas. Gaya manajemen kelas terbagi atas ;
-         Penggunaan gaya otoritatif merupakan strategi manajemen kelas yang mendorong anak didiknya untuk menjadi seorang pemikir dan pelaku yang independen. Guru dengan gaya manajemen kelas  yang otoritatif membuka diri unuk interaksi verbal, termasuk perdebatan yang kritis dengan muridnya. Guru yang memakai gaya pembelajaran ini lebih melibatkan give and take dan bersifat memotoring anak didiknya.
Guru dengan tipe otoritatif memberikan batasan kepada murid dan mengontrolnya, namun juga memberikan kebebasan untuk berekspresi. Guru dengan tipe otoritatif cenderung menjelaskan alasan dibalik sebuah peraturan dan keputusan. Jika ada seorang murid yang menggangu, maka guru akan menegurnya dengan baik, pelan dan sopan namun tetap tegas. Murid – murid megetahui bahwa mereka dapat bertanya/menyela pada guru jika ia mempunyai tanggapan atau pertanyaan yang masuk akal. Lingkungan belajar seperti ini memungkinkan siswa mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan komunikasi.
-         Penggunaan gaya otoritarian merupakan strategi manajemen kelas yang lebih fokus untuk menjaga ketertiban kelasnya dibandingkan pengajaran atau pembelajarannya. Penggunaan gaya ini lebih ke arah membuat murid nya pasif atau kurang melakukan percakapan
-         Penggunaan gaya permisif merupakan strategi manajemen kelas yang memberi sikap otonomi pada muridnya namun pemberian dukungan untuk mengembangkan keahlian sang anak sangatlah minim.
-         Penggunaan gaya Laissez-faire, merupakan gaya manajemen kelas dimana guru memberikan perhatian yang sangat sedikit kepada murid-muridnya. Guru dengan gaya manajemen ini sangat tidak ingin melukai perasaan murid-muridnya dan memiliki kesulitan untuk menegakkan peraturan didalam kelas. Saat ada murid yang menggangu didalma kelas, guru akan beranggapan  bahwa murid tersebut kurang perhatian, atau jika ada murid yang menyela penjelasannya, guru tersebut meyakini bahwa ada hal penting yang ingin disampaikan oleh murid tersebut. Jika ada peraturan yang dibuat, biasanya tidak aklan dilakukan dengan konsisten.
Dari gaya manajemen kelas yang terpapar diatas, telah didapat bahwa penggunaan gaya kelas yang lebih efektif adalah gaya manjemen kelas otoritatif dibandingkan penggunaan gaya manajemen kelas dari penggunaan gaya otoritarian, Laissez-faire dan permisif. namun apakah semua pengajar menerapkan gaya pembelajaran otoritatif atau malah sebaliknya mereka menggunakan gaya manajemen kelas otoritarian atu permisif?
Pada poin – poin berikutnya akan dipaparkan hasil proyek penelitian mengenai gaya manajemen kelas apakah yang paling sering dipakai pengajar profesional pada Tingkat SMA di beberapa sekolah di Medan.
Sebenarnya teknik manajemen kelas yang dibahas diatas disadur dari Parenting Styles pada Adolescence (andragogi) yang ditulis oleh seorang ahli pola asuh terkemuka, Diana Baurmind (1996, dalam Santrock, 2009, h.100-101) yaitu :
·      Pola Asuh Otoritarian (Authoritarian Parenting Style)
Gaya pola asuh ini bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti kata orangtua mereka, harus hormat pada orangtua mereka, memiliki tingkat kekakuan (strictness) yang tinggi, dan memiliki intensitas komunikasi yang sedikit. Baumrind (1996, dalam Santrock, 2009) menyatakan bahwa anak yang dididik secara otoritarian ini memiliki sikap yang kurang kompeten secara sosial, keterampilan komunikasi yang buruk, dan  takut akan perbandingan sosial. Dengan gaya otoritatif seperti ini anak dimungkinkan memberontak karena tidak terima atau bosan dengan pengekangan. Karena remaja cenderung ingin mencari tahu tanpa mau dibatasi. Dengan pola asuh ini, probabilitas munculnya perilaku menyimpang pada remaja menjadi semakin besar.
·      Pola Asuh Otoritatif (Authoritatve Parenting Style)
Menurut Chadler et al. (2009) gaya pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orangtua terhadap anak, nalar, serta mendorong pada kemandirian. Orangtua yang menerapkan pola asuh seperti ini memiliki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anak tetapi tetap memberi batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam hidupnya. Anak yang dididik dengan pola asuh ini memiliki tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui konsep harga diri yang tinggi. Sehinnga Baumrind (1996, dalam Santrock, 2009), pencetus teori ini, sangat mendukung sekali penerapan pola asuh ini di rumah. Karakteristik pola asuh ini dapat mengimbangi rasa keingintahuan remaja. Sehingga proses anak dalam menimbulkan perilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Karena walaupun anak dibebaskan, orangtua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan yang tegas.
·      Pola Asuh Mengabaikan (Neglectful Parenting Style)
Pola asuh ini bercirikan orangtua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak karena cenderung lalai. Urusan anak dianggap oleh orangtua sebagai bukan urusan mereka atau orangtua menganggap urusan sang anak tidak lebih penting dari urusan mereka. Baumrind (1971, 1996, dalam Santrock 2009) menyatakan anak yang diasuh dengan gaya seperti ini cenderung kurang cakap secara sosial, memiliki kemampuan pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki kemandirian diri yang baik, dan tidak bermotivasi untuk berprestasi. Dalam konteks timbulnya  perilaku penyimpangan oleh remaja, pola asuh seperti ini menghasilkan anak-anak yang cenderung memiliki frekuensi tinggi dalam melakukan tindakan anti sosial. Karena mereka tidak biasa untuk diatur sehingga apa yang mereka mau lakukan, mereka akan lakukan tanpa mau dilarang oleh siapapun.
·      Pola Asuh Memanjakan (Indulgent Parenting Style)
Pola asuh seperti ini membuat orang tua menjadi sangat terlibat dengan anak-anak mereka. Mereka menuruti semua kemauan anak mereka, dan sangat jarang membatasi perilaku anak mereka. Anak yang dihasilkan dengan pola asuh seperti ini, merupakan anak-anak yang sulit untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri, karena terbiasa untuk dimanja (Diana Baumrind, 1996, dalam Santrock, 2009). Anak-anak ini dapat seenaknya untuk melakukan tindakan perilaku menyimpang, karena terbiasa dengan system “apa saja dibolehkan”. Sehingga kemungkinan timbul dan terulangnya perilaku menyimpang menjadi sangat besar.

Alat yang digunakan
Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, maka digunakan beberapa alat yang membantu proses penelitian ini, yaitu :
o       Telepon Genggam è untuk menelepon subjek
o       Alat tulis è untuk menulis hasil dari wawancara

Jadwal Kegiatan


Tanggal
Kegiatan
28 Maret 2011
Menentukan judul
05 April 2011
Survey ke sekolah yang akan diobservasi
10 Mei 2011
Bimbingan dengan Bu Dina
10 Mei 2011
Revisi Judul
10 Mei 2011
Menetukan teori yang akan digunakan
10 Mei 2011
Menyusun Pendahuluan, Landasan teori
11 Mei 2011
Menyusun pertanyaan untuk wawancara
12 Mei 2011
Pengumpulan data I
13 Mei 2011
Pengumpulan data II
14 Mei 2011
Menganalisis data
14 Mei 2011
Menyusun Pelaporan dan Evaluasi
15 Mei 2011
Membuat Poster
17 Mei 2011
Memposting hasil keseluruhan dari tugas mini proyek yang dikerjakan ke dalam blog

Objek dan Subjek yang diteliti
Sample yang diwawancara untuk penelitian kali ini adalah pengajar bersertifikat yang mengajar di SMA yang tersebar diseluruh kota Medan. Data yang diambil berasal dari 15 subjek yang dipilih secara random dari populasi Guru SMA di Kota Medan.
Analisis data
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diambil melalui teknik wawancara. Teknik wawancara dipilih karena ingin melakukan analisis kualitatif terhadap topik yang sudah dipilih, yaitu gaya manajemen kelas seperti apa yang digunakan oleh guru bersertifikat pada tingkat SMA di beberapa sekolah di Medan . Alasan lain dipilih teknik ini adalah fleksibilitas dalam hal waktu, kelengkapan jawaban yang diterima karena dapat memperoleh jawaban atas seluruh pertanyaan yang diajukan secara langsung, dapat  dilaksanakan kepada setiap individu tanpa dibatasi oleh faktor usia.  Wawancara yang digunakan adalah wawancara face to face yaitu wawancara yang dilakukan tatap muka dengan sampel dan wawancara telepon (interview telephone) yang memudahkan untuk mendapatkan jawaban secara cepat dan efisien. Bentuk wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur yang menggunakan 12 pernyataan yang terdiri dari 5 kemungkinan jawaban yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Netral, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan 1, 3, 9 yang mengarah kepada gaya belajar otoriter, pernyataan 4, 8 , dan 11 yang mengacu pada gaya otoritatif, pernyataan 6, 10, dan 12 yang mengarah kepada gaya laissez – faire serta pernyataan 2, 5, 7 yang mengarah pada gaya permisif (acuh tak acuh). Hasilnya akan bertotal paling minim 3 dan 15 paling maksimal. Semakin maksimal total nilainya, semakin ke arah itu juga gaya manajemen kelasnya.
 Data kemudian diolah dengan statistik deskriptif.


Kalkulasi biaya
o       Pulsa =  Rp 20.000

Pelaksanaan

Pengumpulan data pertama dilakukan pada tanggal 12 Mei 2011 terhadap 9 orang guru SMA di Medan menggunakan teknik telephone interview . Wawancara dilakukan sekitar jam 13.00 untuk subjek pertama. Dengan menggunakan speakerphone agar dapat didengar dan lebih mudah menulis jawaban dari subjek, wawancara pun dimulai. Subjek pertama adalah guru dari SMA Raksana Medan. Sebelum memulai memberikan pertanyaan, terlebih dahulu diciptakan atmosfir pembicaraan yang bersahabat bagi subjek dan pewawancara. Setelah itu diajukanlah 12 pertanyaan terstruktur yang sudah disediakan oleh pewawancara. Dibutuhkan waktu selama 30 menit untuk melakukan wawancara dengan subjek pertama. Wawancara dilanjutkan dengan menghubungi subjek kedua yaitu guru dari SMA Trisakti 1 Medan Seperti sebelumnya perlu diciptakan suasana pembicaraan yang nyaman sehingga subjek bisa santai menjawabnya dan memberikan sedikit paparan mengenai studi yang sedang dilakukan. Selanjutnya subjek kedua menjawab 12 pertanyaan terstruktur dengan ringkas dan cepat sehingga hanya dibutuhkan percakapan sekitar 20 menit. Pada pukul 13.50 dilanjutkan wawancara untuk subjek ketiga dan keempat. Subjek ketiga adalah guru dari SMA Wiyata Dharma Medan , sedangkan subjek keempat mengajar dari SMA Raksana Medan Wawancara dilakukan hampir sekitar 40 menit juga, hampir sama dengan subjek pertama. Wawancara dihentikan sementara untuk makan siang dan dilanjutkan kira – kira satu setengah jam kemudian. Wawancara dilanjutkan dengan menghubungi subjek kelima yang mengajar dari SMA Santa Maria Medan dan subjek keenam juga yang mengajar di SMA Santa Maria Medan. Subjek sangat bersahabat dalam hal menjawab ke-12 pertanyaan yan diberikan pewawancara sehingga wawancara dapat dilakukan dengan lancar. Pukul 16.30, pewawancara mulai mewawancarai subjek ketujuh yang mengajar di SMA ST.Thomas 2 Medan. Butuh waktu yang cukup lama untuk subjek kali ini karena subjek menanyakan lebih detail mengenai wawancara, namun akhirnya dapat terselesaikan dalam waktu 1 jam. Wawancara melalui telepon terakhir dilakukan pada pukul 17.30 terhadap dua subjek terakhir yaitu guru dari SMA Methodist 8 Medan dan guru dari SMA Methodist 7 Medan. Wawancara dimulai dengan cukup lancar karena gurunya juga bersahabat dan ramah ketika menjawab 12 pertanyaan yang diberikan pewawancara, sehingga wawancara dengan telepon dapat diselesaikan sekitar pukul 18.05. Setelah itu pewawancara kembali kerumah masing – masing pukul 18.30.
Pengumpulan data kedua dilakukan dengan wawancara face to face. Wawancara dilakukan terhadap enam orang guru dari SMA.Eka Prasetya Medan pada sekitar pukul 13.00 WIB setelah berakhirnya jam belajar mengajar di sekolah tersebut. Wawancara  berlangsung dengan cukup lancar, dimana para guru tersebut diwawancarai satu persatu oleh kelompok dengan 12 pertanyaan yang sama seperti guru-guru yang sebelumnya di wawancara dengan sistem telephone interview. Wawancara terhadap keenam guru tersebut memakan waktu sekitar tiga jam dan berakhir pada pukul 16.10 WIB.

Pelaporan dan  Evaluasi
Dari 15 subjek yang diwawancara mengenai gaya manajemen kelas, ditemukan bahwa :
·        Gaya manajemen kelas otoritatif adalah gaya manajemen kelas pertama yang paling sering digunakan oleh guru Sekolah Menengah Atas Swasta di Medan, dibuktikan dari hasil wawancara yang dilakukan, dimana 14 dari 15 guru cenderung memiliki gaya manajemen kelas yang otoritatif
·        Gaya manajemen kelas otoritatif adalah gaya manajemen kelas kedua yang paling sering digunakan oleh guru Sekolah Menengah Atas Swasta di Medan, dibuktikan dari hasil wawancara yang dilakukan, dimana 1 dari 15 subjek cenderung memiliki gaya manajemen otoritarian
·        Gaya manajemen Laissez-faire dan permisif merupakan gaya yang paling jarang digunakan oleh guru Sekolah Menengah Atas Swasta di Medan, dibuktikan dari hasil wawancara yang dilakukan, dimana tidak ada seorangpun guru yang cenderung memiliki gaya manajemen kelas Laissez-faire atau permisif.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, ditarik kesimpulan bahwa strategi/gaya manajemen  kelas yang paling sering digunakan oleh guru SMA Swasta di kota Medan adalah gaya manajamen kelas otoritatif.
Evaluasi
Dalam pelaksanaan mini proyek yang dilakukan oleh kelompok, terdapat beberapa yang tidak sesuai dengan perencanaan pada awalnya. Jika pada awalnya proyek yang direncanakan oleh kelompok adalah untuk melihat perbandingan antara motivasi dan hasil belajar siswa, pada prekteknya karena terdapat banyak hambatan pada pelaksanaannya yang sudah hampir 30%. Karenanya proyek dengan judul tersebut dihentikan oleh kelompok. Kemudian kelompok mengganti judul penelitiannya. Namun pada kenyataannya setelah topik ini didiskusikan dengan pengampu mata kuliah ini yaitu Bu Dina,ternyata banyak sekali kekurangan dalam pemilihan judul tersebut. Karenanya diambillah keputusan oleh kelompok untuk kembali merubah judul penelitian. Dan akhirnya dipilihlah judul penelitian “Gaya Manajemen Kelas” ini. Perubahan judul yang berkali-kali ini sangat berdampak pada waktu penelitian yang semakin lama semakin sempit. Kemudian, saat dilaksanakannya pengambilan data, yang diharapkan oleh kelompok adalah agar bisa mewawancarai secara langsung semua guru yang terlibat dalam penelitian ini. Namun dikarenakan oleh beberapa faktor seperti ketidakcocokan jadwal dan lainnya, maka kepada guru-guru yang tidak dapat ditemui secara langsung oleh kelompok, dilakukanlah telephone interview. Pada akhirnya memang kekurangan disana-sini sangat dirasakan oleh kelompok. Karenanya akan terus dilakukan pembelajaran dan evaluasi oleh kelompok ini agar nantinya dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik dan berguna.


Poster


Testimoni        :
-Kelompok : Ini merupakan tugas pertama kami melakukan penelitian yang berhubungan dengan pendidikan,penuh lika-liku hingga akhirnya menemukan judul penelitian yang tepat untuk kelompok kami. Perjuangan berlanjut dimana kami harus mewawancarai guru - guru, menganalisis hasil wawancara, sampai akhirnya membuat poster. Namun dibalik semua itu tersimpan pengalaman berharga yang dapat membantu kami untuk melakukan peneltian - penelitian yang selanjutnya. Dari segi topik, melalui penelitian kali ini bahwa guru - guru di Medan kebanyakan menggunakan teknik otoritatif dibanding ketiga teknik lainnya.
-Irene Anastasya : Tugas ini sangat menarik, tugas pertama yang membuat saya dan teman kelompok harus mewawancara orang dan mengolah datanya agar mendapatkan hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang dibahas.  Tugas yang sangat menantang, dan membutuhkan konsentrasi dan komitmen dalam pengerjaannya.
- Putri Mayritza : Salah satu tugas tersulit yang pernah saya buat. Bukan karena tidak tahu bagaimana mengerjakannya, namun lebih ke arah revisi judul dan isi yang sampai berkali - kali. Saya dan 2 orang teman saya selaku kelompok harus kerja dengan ekstra keras untuk menyelesaikan tugas ini tepat waktunya, dan Puji Tuhan kami berhasil. Selain itu saya juga jadi mengetahui bahwa ternyata gaya manajemen kelas yang paling populer atau yang paling banyak digunakan di SMA swasta di Medan.
-Yohanti Viomanna : Tugas yang menyita penuh perhatian terutama saat harus berinteraksi dengan guru - guru SMA. Sangat berkesan karena harus mengambil data dari orang - orang baru dan juga karena harus berkali - kali merevisi judul penelitian sebelum akhirnya menetapkan judul penelitian ini. Pembuatan poster juga sangat menantang karena belum pernah mengerjakan hal itu sebelumnya. Intinya tigas ini membawa kami untuk mengerjakan hal - hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya.


daftar Pustaka :
Santrock, John. W. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua, Jakarta : Kencana, 2010

Read More here..... “Gaya Manajemen Kelas”  »»

Selasa, 10 Mei 2011

andragogi

Andragogi adalah pendidikan bagi orang dewasa. Jadi bukan hanya anak - anak saja yang butuh teknik dalam mengajarinya, tetapi orang dewasa juga. Perbaikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesiad an emajuan - kemajuan teknologi umumnya memberi dorongan dan kesempatan orang dewas untuk kembali belajar baik meneruskan pendidikan yang dirasa belum selesai, maupun belajar hal baru (autodidak). Satu cara belajar yang paling digunakan orang dewasa adalah cara/teknik trial and error dimana seseorang yang sudah dewasa melakukan suatu hal tersebut sampai ia bisa melakukannya. Dia tidak gampang menyerah.


Empat hal yang perlu diperhatikan  menyangkut pendidikan orang dewasa ini adalah :
  1. membantu peserta didik (orang dewasa) agar bermotivasi untuk berubah
  2. membatu peserta didik untuk mencerna informasi dan pengalaman secara efektif
  3. membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai - nilai dan sikap, atau ide - ide kreatif
  4. membantu peserta didik untuk mentransfer hal - hal yang dipelajari agar diterapkan dalam kehidupan nyata atau kehidupan sehari - hari.
Motivasi juga merupakan hal yang paling diperlukan pada pendidikan orang dewasa. Walaupun motif belajar peserta didik itu berbeda - beda, tetapi secara umum motivasi merupakan tenaga doorng untuk mencari dan menemukan informasi mengenai hal yang dipelajari, menyerap informasi dan mengolahnya, mengubah informasi yang didapat ini menjadi suatu hasil (pengetahuan, perilaku, ketrampilan, sikap, kreativitas) dan menerapkan hasil dalam kehidupan.

Agar motivasi ini terus terpelihara, maka pendidik perlu menciptakan suasana belajar yang positif dan menyajikan langkah - langkah yang mendorong peserta didik untuk ingin belajar dan ingin menerapkan hal yang dipelajari dengan cara :

  • menciptakan suasana belajar yang positif
  • mendorong keinginan untuk belajar dan menerapkan hasil belajar

daftar pustaka :
Sukadji,S (2000). Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah.Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi(LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 

Read More here..... “andragogi”  »»

Selasa, 03 Mei 2011

Kesan terhadap kegiatan sebelum Perkuliahan

Pertama - tama yang ingin saya katakan terhadap kegiatan ini adalah : kembali ke masa lampau. Sebenarnya gak bisa dibilang masa lampau sih, tapi belakangan tarian ini sudah semakin jarang diperlihatkan. Yaak.. yang saya bicarakan adalah tari poco - poco. Tarian yang lagunya cuma 1 dan kalau lagunya udah diputar,rasa untuk bergoyang pun akan timbul.

Tapi sebenarnya bukan itu intinya. *maaf saya tadi sudah lati dari konteks*
JADi tadi intinya adalah bagaimana seorang pelajar mampu memahami dan mengikuti instruksi pengajar. Memang masalah utama adalah kecilnya suara lagu yang diperdengarkan sehingga harus meraba - raba kapan harus berhenti, lebih cepat, lebih lambat, dan sebagainya. Tapi disitu letak tantangannya. Dimana seorang pelajar harus aktif untuk mendengarkan.
Disini saya juga melihat bagaimana bu Dina, selaku pengajar kali ini di kelas, membuat suasana menjadi senyaman dan serileks mungkin. Membuat pengajaran yang menarik, walaupun responnya masih tidak terlalu ramai. *saya mengakuinya karena saya juga gak terlalu bersemangat dikarenakan badan sedang tidak fit*

Intinya adalah saya suka dengan pemanasan yang Bu Dina berikan untuk pertemuan kuliah hari ini. :) 

Read More here..... “Kesan terhadap kegiatan sebelum Perkuliahan”  »»

Senin, 25 April 2011

Perbedaan antara Guru Bimibingan Konsultasi dengan Psikolog Pendidikan

Karena di postingan saya sebelumnya sudah membahas tentang Konseling dan Konselor yang menjadi bahan pada minggu ini, maka saya mengambil artikel dari salah satu website untuk menambah ilmu kita untuk membedakan fungsi dari guru Bimbingan Konsleing dan Psikolog Pendidikan.


PSIKOLOG PENDIDIKAN
Psikolog pendidikan memiliki ruang lingkup kerja yang luas. Psikolog pendidikan menyelesaikan masalah pendidikan sejak pendidikan pra sekolah hingga perguruan tinggi, setting kelas, sistem sekolah, dan sebagainya. Dengan demikian, psikolog pendidikan memiliki peranan penting dalam mencari titik temu dengan tantangan pendidikan pada suatu bangsa. Untuk dapat melihat luasnya cakupan kerja dari psikolog pendidikan, ruang lingkupnya, yaitu:
· Melakukan assesment dan intervensi individual murid sekolah
· Konsultasi mengenai keberfungsian sistem sekolah
· Melakukan assesment pada anak-anak pra-sekolah di rumahnya, dan di sekolah (play group), untuk memberikan rekomendasi alur sekolahnya
· Rekruitmen dan seleksi staf sekolah
· Melakukan penelitian dan evaluasi di sekolah, misalnya anak-anak yang mengalami autis
· Pelatihan, misalnya memberikan pelatihan ketrampilan konseling, pelatihan untuk guru dalam menghadapi anak yang sulit belajar atau dyslexia, pelatihan keterampilan sosial, stress management,dan adolescent counseling
· Assesment orang dewasa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi
· Memberikan advice pendidikan yang berkaitan dengan penilaian formal di sekolah yang terkait dengan peraturan-peraturan pendidikan
· Konseling terhadap orang tua murid, khususnya mengenai perilaku anaknya
· Assesment terhadap kebutuhan pendidikan khusus dan disable, anak-anak cacat fisik atau neurologis, dukungan serta kebutuhan dalam setting sekolahnya
· Terapi keluarga, terapi individual untuk anak yang mengalami masalah emosional, masalah keluarga
Dengan demikian, psikolog pendidikan dapat membantu sekolah secara keseluruhan, sehingga sekolah tersebut menjadi lebih efektif dalam mendukung kebutuhan khusus dari murid dalam pendidikan, mengembangkan prosedur perilaku yang efektif, mengembangkan kebijakan lebih efektif dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas sekolah, dan membicarakan tantangan lain yang menjadi minat staf sekolah.  Upaya yang dilakukan oleh psikolog pendidikan ini dapat meningkatkan atau mengembangkan kehidupan anak secara positif.
Dalam melakukan tugas sebagai psikolog pendidikan, assesment merupakan bagian dari pekerjaannya. Oleh karena itu dalam hal alat tes psikologi yang akan digunakan, psikolog pendidikan dapat menggunakan alat tes psikologis.  Diagnosa yang digunakan oleh psikolog pendidikan adalah terkait dengan mengembangkan murid agar dapat lebih baik didalam mengikuti pendidikannya. Oleh karena itu, kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh psikolog pendidikan adalah:
· Mampu melakukan assesment dan pengukuran psikologi, ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang psikolog pendidikan. Untuk dapat mengetahui tentang kondisi psikologis murid, maka seorang psikolog pendidikan harus melakukan assesment. Psikolog pendidikan harus memahami penyusunan alat ukur psikolgi.
· Mampu mengembangkan atau melakukan intervensi psikologis pada murid. Seorang psikolog pendidikan hendaknya dapat melakukan psikoterapi dan konseling psikologi.
· Mampu melakukan pelatihan yang diperlukan untuk pengembangan guru dalam menangani murid.
· Mampu melakukan konsultasi yang berkaitan dengan institusi sekolah dan sistem pendidikan yang ada di sekolah.
· Mampu mengembangkan komunikasi yang baik dengan murid dan orang tua murid.
· Mampu mengembangkan relasi sosial dan ketrampilan sosial. Kompetensi sosial ini diperlukan oleh psikolog pendidikan untuk melakukan interaksi sosial dengan murid, orang tua, guru, dan kepala sekolah.
· Mampu melakukan penelitian terapan psikologi pendidikan. Berdasarkan pengetahuan dan keterampilan profesinya, seorang psikolog pendidikan dapat melakukan penelitian terapan yang menuntut kerjasama dengan disiplin ilmu lain.
Adapun lapangan kerja psikolog pendidikan, yaitu:
· Manajer Training and Development di BUMN, Swasta dan Pemerintahan
· Psikolog Sekolah (Bimbingan Belajar, Play group, TK, SD, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi)
· Konsultan Pendidikan di ABRI dan POLRI
GURU BK (BIMBINGAN KONSELING)/BP (BIMBINGAN PENYULUHAN)
Bimbingan adalah “proses memberikan bantuan kepada siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia di sekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta memecahkan masalah-masalahnya, semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat dan demi kemajuan dan kesejahteraan mentalnya”
Sedangkan konseling diartikan sebagai “proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media internet atau telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.
Bimbingan konseling menempati bidang pembimbingan siswa dalam keseluruhan, proses dan kegiatan pendidikan. Pemberian bimbingan konseling kepada siswa agar masing-masing siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri secara optimal. Bimbingan konseling dapat berfungsi pengembangan artinya, bimbingan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan pribadinya secara lebih terarah dan mantap.
Tugas Guru BK/Konselor Menurut PP No. 74 Tahun 2008
Guru bimbingan konseling /konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pembimbingan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan konseling /konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah.
Tugas guru bimbingan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:
  1. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami serta menilai bakat dan minat.
  2. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.
  3. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri.
  4. Pengembangan karir, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Jenis bimbingan adalah sebagai berikut:
  1. Bimbingan orientasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan objek-objek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
  2. Bimbingan informasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
  3. Bimbingan penempatan dan penyaluran, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstrakurikuler.
  4. Bimbingan penguasaan konten, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah/madrasah, keluarga, industri dan masyarakat.
  5. Bimbingan konseling perorangan, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
  6. Bimbingan bimbingan kelompok, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
  7. Bimbingan konseling kelompok, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
  8. Bimbingan konsultasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik
9. Bimbingan mediasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.
PERBANDINGAN PSIKOLOG PENDIDIKAN DENGAN GURU BK/BP
Letak perbedaan antara psikolog pendidikan dengan guru BK/BP yaitu:
Psikolog (termasuk psikolog pendidikan) adalah seorang sarjana psikologi yang telah menjalani pendidikan profesi dan berhak membuka praktek, termasuk praktek konseling, namun tidak berkompeten mengeluarkan resep obat. Psikologi mempelajari perilaku manusia secara umum dan terbagi atas enam bidang, yaitu Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Sosial, Psikologi Klinis dan Psikologi Eksperimen.
Sedangkan,
Konselor adalah seseorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN). Melalui proses sertifikasi, asosiasi ini memberikan lisensi bagi para konselor tertentu sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berwenang menyelenggarakan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi. Konselor bergerak terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tetapi juga merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan bimbingan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan (sering disebut Guru BP/BK atau Guru Pembimbing), ia tidak diwajibkan mempunyai sertifikat terlebih dulu.
Secara umum, perbandingan (perbedaan dan persamaan) antara psikolog pendidikan dengan guru BK/BP, dapat dilihat dalam tabel berikut:
No.
Aspek perbandingan
Psikolog Pendidikan
Guru BK/BP
1.
Jenjang pendidikan
Sarjana psikologi yang telah menjalani pendidikan profesi (berhak membuka praktek)
Minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP)
2.
Ruang lingkup gerakan
Pendidikan
Pendidikan
3.
Tugas
membantu sekolah secara keseluruhan, sehingga menjadi lebih efektif dalam mendukung kebutuhan khusus dari murid dalam pendidikan, mengembangkan prosedur perilaku yang efektif, dan mengembangkan kebijakan lebih efektif dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas sekolah
menempati bidang pembimbingan siswa dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan, yaitu pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah
4.
Lapangan pekerjaan
Manajer Training and Development, Psikolog Sekolah, dan Konsultan Pendidikan
terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tetapi juga merambah bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat
5.
Efek terhadap anak didik
menin meningkatkan atau mengembangkan kehidupan anak secara positif
mengembangkan hal-hal yang terdapat dalam diri anak didik secara optimal agar dapat mengoptimalkan potensinya bagi dirinya sendiri, lingkungan, dan masyarakat umum
Referensi:
http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (Diakses pada tanggal 7 Februari 2011, pukul 15.47)
Depdiknas. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas. [Versi elektronik]. Artikel Pendidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jakarta (Diakses pada tanggal 9 Februari 2011, pukul 08.57 WIB dari http://tempointeraktif.com/)
http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor (Diakses pada tanggal 10 Februari 2011, pukul 21.00 WIB)
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana




Read More here..... “Perbedaan antara Guru Bimibingan Konsultasi dengan Psikolog Pendidikan”  »»