Cari Blog Ini

Senin, 25 April 2011

Perbedaan antara Guru Bimibingan Konsultasi dengan Psikolog Pendidikan

Karena di postingan saya sebelumnya sudah membahas tentang Konseling dan Konselor yang menjadi bahan pada minggu ini, maka saya mengambil artikel dari salah satu website untuk menambah ilmu kita untuk membedakan fungsi dari guru Bimbingan Konsleing dan Psikolog Pendidikan.


PSIKOLOG PENDIDIKAN
Psikolog pendidikan memiliki ruang lingkup kerja yang luas. Psikolog pendidikan menyelesaikan masalah pendidikan sejak pendidikan pra sekolah hingga perguruan tinggi, setting kelas, sistem sekolah, dan sebagainya. Dengan demikian, psikolog pendidikan memiliki peranan penting dalam mencari titik temu dengan tantangan pendidikan pada suatu bangsa. Untuk dapat melihat luasnya cakupan kerja dari psikolog pendidikan, ruang lingkupnya, yaitu:
· Melakukan assesment dan intervensi individual murid sekolah
· Konsultasi mengenai keberfungsian sistem sekolah
· Melakukan assesment pada anak-anak pra-sekolah di rumahnya, dan di sekolah (play group), untuk memberikan rekomendasi alur sekolahnya
· Rekruitmen dan seleksi staf sekolah
· Melakukan penelitian dan evaluasi di sekolah, misalnya anak-anak yang mengalami autis
· Pelatihan, misalnya memberikan pelatihan ketrampilan konseling, pelatihan untuk guru dalam menghadapi anak yang sulit belajar atau dyslexia, pelatihan keterampilan sosial, stress management,dan adolescent counseling
· Assesment orang dewasa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi
· Memberikan advice pendidikan yang berkaitan dengan penilaian formal di sekolah yang terkait dengan peraturan-peraturan pendidikan
· Konseling terhadap orang tua murid, khususnya mengenai perilaku anaknya
· Assesment terhadap kebutuhan pendidikan khusus dan disable, anak-anak cacat fisik atau neurologis, dukungan serta kebutuhan dalam setting sekolahnya
· Terapi keluarga, terapi individual untuk anak yang mengalami masalah emosional, masalah keluarga
Dengan demikian, psikolog pendidikan dapat membantu sekolah secara keseluruhan, sehingga sekolah tersebut menjadi lebih efektif dalam mendukung kebutuhan khusus dari murid dalam pendidikan, mengembangkan prosedur perilaku yang efektif, mengembangkan kebijakan lebih efektif dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas sekolah, dan membicarakan tantangan lain yang menjadi minat staf sekolah.  Upaya yang dilakukan oleh psikolog pendidikan ini dapat meningkatkan atau mengembangkan kehidupan anak secara positif.
Dalam melakukan tugas sebagai psikolog pendidikan, assesment merupakan bagian dari pekerjaannya. Oleh karena itu dalam hal alat tes psikologi yang akan digunakan, psikolog pendidikan dapat menggunakan alat tes psikologis.  Diagnosa yang digunakan oleh psikolog pendidikan adalah terkait dengan mengembangkan murid agar dapat lebih baik didalam mengikuti pendidikannya. Oleh karena itu, kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh psikolog pendidikan adalah:
· Mampu melakukan assesment dan pengukuran psikologi, ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang psikolog pendidikan. Untuk dapat mengetahui tentang kondisi psikologis murid, maka seorang psikolog pendidikan harus melakukan assesment. Psikolog pendidikan harus memahami penyusunan alat ukur psikolgi.
· Mampu mengembangkan atau melakukan intervensi psikologis pada murid. Seorang psikolog pendidikan hendaknya dapat melakukan psikoterapi dan konseling psikologi.
· Mampu melakukan pelatihan yang diperlukan untuk pengembangan guru dalam menangani murid.
· Mampu melakukan konsultasi yang berkaitan dengan institusi sekolah dan sistem pendidikan yang ada di sekolah.
· Mampu mengembangkan komunikasi yang baik dengan murid dan orang tua murid.
· Mampu mengembangkan relasi sosial dan ketrampilan sosial. Kompetensi sosial ini diperlukan oleh psikolog pendidikan untuk melakukan interaksi sosial dengan murid, orang tua, guru, dan kepala sekolah.
· Mampu melakukan penelitian terapan psikologi pendidikan. Berdasarkan pengetahuan dan keterampilan profesinya, seorang psikolog pendidikan dapat melakukan penelitian terapan yang menuntut kerjasama dengan disiplin ilmu lain.
Adapun lapangan kerja psikolog pendidikan, yaitu:
· Manajer Training and Development di BUMN, Swasta dan Pemerintahan
· Psikolog Sekolah (Bimbingan Belajar, Play group, TK, SD, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi)
· Konsultan Pendidikan di ABRI dan POLRI
GURU BK (BIMBINGAN KONSELING)/BP (BIMBINGAN PENYULUHAN)
Bimbingan adalah “proses memberikan bantuan kepada siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan akan dunia di sekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta memecahkan masalah-masalahnya, semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat dan demi kemajuan dan kesejahteraan mentalnya”
Sedangkan konseling diartikan sebagai “proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media internet atau telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.
Bimbingan konseling menempati bidang pembimbingan siswa dalam keseluruhan, proses dan kegiatan pendidikan. Pemberian bimbingan konseling kepada siswa agar masing-masing siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri secara optimal. Bimbingan konseling dapat berfungsi pengembangan artinya, bimbingan yang diberikan dapat membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan pribadinya secara lebih terarah dan mantap.
Tugas Guru BK/Konselor Menurut PP No. 74 Tahun 2008
Guru bimbingan konseling /konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pembimbingan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan konseling /konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah.
Tugas guru bimbingan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:
  1. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami serta menilai bakat dan minat.
  2. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.
  3. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri.
  4. Pengembangan karir, yaitu bidang pembimbingan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Jenis bimbingan adalah sebagai berikut:
  1. Bimbingan orientasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan objek-objek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
  2. Bimbingan informasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
  3. Bimbingan penempatan dan penyaluran, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstrakurikuler.
  4. Bimbingan penguasaan konten, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah/madrasah, keluarga, industri dan masyarakat.
  5. Bimbingan konseling perorangan, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
  6. Bimbingan bimbingan kelompok, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
  7. Bimbingan konseling kelompok, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
  8. Bimbingan konsultasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik
9. Bimbingan mediasi, yaitu bimbingan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.
PERBANDINGAN PSIKOLOG PENDIDIKAN DENGAN GURU BK/BP
Letak perbedaan antara psikolog pendidikan dengan guru BK/BP yaitu:
Psikolog (termasuk psikolog pendidikan) adalah seorang sarjana psikologi yang telah menjalani pendidikan profesi dan berhak membuka praktek, termasuk praktek konseling, namun tidak berkompeten mengeluarkan resep obat. Psikologi mempelajari perilaku manusia secara umum dan terbagi atas enam bidang, yaitu Psikologi Industri & Organisasi, Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Sosial, Psikologi Klinis dan Psikologi Eksperimen.
Sedangkan,
Konselor adalah seseorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN). Melalui proses sertifikasi, asosiasi ini memberikan lisensi bagi para konselor tertentu sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berwenang menyelenggarakan konseling dan pelatihan bagi masyarakat umum secara resmi. Konselor bergerak terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tetapi juga merambah pada bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan bimbingan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan (sering disebut Guru BP/BK atau Guru Pembimbing), ia tidak diwajibkan mempunyai sertifikat terlebih dulu.
Secara umum, perbandingan (perbedaan dan persamaan) antara psikolog pendidikan dengan guru BK/BP, dapat dilihat dalam tabel berikut:
No.
Aspek perbandingan
Psikolog Pendidikan
Guru BK/BP
1.
Jenjang pendidikan
Sarjana psikologi yang telah menjalani pendidikan profesi (berhak membuka praktek)
Minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan Penyuluhan (BP)
2.
Ruang lingkup gerakan
Pendidikan
Pendidikan
3.
Tugas
membantu sekolah secara keseluruhan, sehingga menjadi lebih efektif dalam mendukung kebutuhan khusus dari murid dalam pendidikan, mengembangkan prosedur perilaku yang efektif, dan mengembangkan kebijakan lebih efektif dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas sekolah
menempati bidang pembimbingan siswa dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan, yaitu pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah
4.
Lapangan pekerjaan
Manajer Training and Development, Psikolog Sekolah, dan Konsultan Pendidikan
terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tetapi juga merambah bidang industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di masyarakat
5.
Efek terhadap anak didik
menin meningkatkan atau mengembangkan kehidupan anak secara positif
mengembangkan hal-hal yang terdapat dalam diri anak didik secara optimal agar dapat mengoptimalkan potensinya bagi dirinya sendiri, lingkungan, dan masyarakat umum
Referensi:
http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (Diakses pada tanggal 7 Februari 2011, pukul 15.47)
Depdiknas. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas. [Versi elektronik]. Artikel Pendidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jakarta (Diakses pada tanggal 9 Februari 2011, pukul 08.57 WIB dari http://tempointeraktif.com/)
http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor (Diakses pada tanggal 10 Februari 2011, pukul 21.00 WIB)
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana




Read More here..... “Perbedaan antara Guru Bimibingan Konsultasi dengan Psikolog Pendidikan”  »»

Perbedaan Psikologi pendidikan dengan Psikologi Sekolah

Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan merupakan sub disiplin ilmu psikologi. Dalam banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.
Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah.
Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran, motivasi, kognitif, emosional, dan perkembangan moral serta hubungan orangtua anak. Selain itu psikologi pendidikan juga mendalami sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan khusus. Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses dan interaksi proses itu dengan pendayagunaan kognitif dan penyelenggaraan pendidikan keguruan. 
Seorang psikolog pendidikan harus tahu dan memahami kondisi siswanya, memahami perbedaan individual, implikasi perbedaan fisikdan psikologik antara laki-laki dan perempuan, dan perbedaan peran dan harapan antar keduanya. Selain itu psikolog pendidikan perlu terlibat dalam perencanaan kurikulum dan prosedur mengajar-belajar yang didasari ilmu mengenai belajar dan perlu penelitian-penelitian untuk menguji evektifitas prosedur didalam situasi sekolah.

 Karena berkecimpung di ranah sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan. Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Psikologi pendidikan mengambil masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar. Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang tua, guru dan profesional lainnya). Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan psikoanalis.


Psikologi Sekolah

Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi.

Peran Psikolog Sekolah
Pelaksanaan psikologi dalam hal diagnostik disekolah:
  1. Pelaksanaan tes
  2. Melakukan wawancara dengan siswa, guru, orangtua, serta orang-orang yang terlibat dalam pendidikan siswa
  3. Observasi siswa di kelas, tempat bermain, serta dalam kegiatan sekolah lainnya
  4. Mempelajari data kumulatif prestasi belajar siswa.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerumitan dan Luasnya Peran Psikolog di Sekolah
1. tingkat pelayanan (Jack I. Baron (1982),)
  •  Tingkat I (psikodiagnostik); meliputi pelayanan tes kecerdasan, kemudian pemberian laporan tertulis yang memberi gambaran kelemahan dan kekuatan yang terungkap oleh tes tersebut.
  • Tingkat II (klinis dan konseling); perhatian psikolog sekolah terhadap anak didik bersifat menyeluruh, yang mana membantu pihak sekolah dalam menyelesaikan berbagai masalah kesmen yang dihadapi anak. Pada tingkat ini peran psikolog erat dengan masalah kelompok dalam kelas dan masalah yang berkaitan dengan kelas.
  • Tingkat III (indusrti dan organisasi); dalam hal ini psikolog ikut terlibat dalm tindakan yang menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah, dalam pengembangan dan evaluasi program serta pelayanan sekolah,dapat berupa; supervisi, pendidikan, konsulatan bagi kariawan edukatif maupun nonedukatif (membantu malakukan seleksi, penempatan, serta urusan-urusan personalia lain), dan bekarja sama dengan ahli-ahli lain dalam masyarakat.

2. Kegiatan professional
      Berpartisipasi dalam diagnosis, intervensi langsung, konsultasi, pendidikan, evaluasi dan pelacakan kembali terhadap hasil penanganan. Semakin tinggi tingkat fungsi pelayanan, maka semakin banyak tugas-tugas pokok dilaksanakan, sedangkan tingkat rendah hanya sibuk dengan pengukuran/ diagnosis, tingkat tertinggi lebih bervariasi fungsinya dan membutuhkan kegiatan professional yang bervariasi juga, berdasar kebutuhan sekolah, bergantung pada kompetensi dan minat psikolognya.
3. Klien langsung
Berhadapan dengan:
  •  Murid secara perorangan, kelompok murid, murid per kelas
  • Guru secara perorangan, kelompok guru
  • Tenaga administrasi

4. Tingkat program pendidikan
        Terdapat kesulitan dan kerumitan dalam setiap tingkat pendidikan yang ditinjau dari aspek  kognisi,bentuk tugas-tugas mengajar, organisasi sekolah dan pengelompokan murid-murid, serta ciri-ciri khas perkembangan dalam masyarakat, berinteraksi dan menghasilkan klien-klien yang berbeda kebutuhan psikologiknya, serta perbedaan harapan dan peran pelayanan psikologik yang diinginkan.
5. Kekhasan lingkungan masyarakat dan sekolah
         Bentuk lain dari fungsi dan tanggung jawab seorang psikolog sekolah bergantung pada ciri-ciri khas, formal-nonformal, sumber dana sekolah, daerah lokasi sekolah, suku/agama/ ras/ golongan tang memanfaatkan jasa psikolog sekolah.



Sumber :




Read More here..... “Perbedaan Psikologi pendidikan dengan Psikologi Sekolah”  »»

Senin, 18 April 2011

Psikolog Sekolah sebagai Konselor.

Konselor.. Jika dilihat sekilas kata konselor mirip dengan kata konseling. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Konseling tidak bisa selalu disamakan dengan bimbingan. Karena bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada yang lain dalam membuat keputusan yang bijaksana dan dalam penyesuaian diri, serta dalam memecahkan masalah kehidupan masalah mereka. Bimbingan bertujuan agar penerima bantuan dapat berkembang mandiri dan mampu bertanggung jawab bagi dirinya sendiri. Jadi, bimbingan tidak selalu memecahkan masalah, namun membantu klien untuk mengambil keputusan. Sedangkan konseling lebih ke arah proses bantuan untuk memecahkan masalah - masalah pribadi (Blum & Balinsky, 1973).

Sebenarnya ada beberapa rumusan lain mengenai Konseling, yaitu :
  1. Rumusan (Smith,dalam Shertzer & Stone,1974)
    1. Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan
    2. Bantuan diberikan dengan meng interpreswtasikan fakta-fakta atau data,baik mengenai individu yang dibimbing sendiri maupun lingkungannya,khususnya menyangkut pilihan-pilihan,dan rencana-rencana yang dibuat.
  2. Rumusan (Mc. Daniel,1956)
    1. Konseling merupakan rangkaian pertemuan antara konselor dengan klien.
    2. Dalam pertemuan itu konselor membantu klien mengatasi kesulitan-kesulitanyang dihadapi.
    3. Tujuan pemberian bantuan itu adalah agar klien dapat menyesuaiaknnya dirinya,baik dengan diri maupun dengan lingkungan.
  3. Menurut Palmer dan McMahon (2000) yang dikutip oleh Mc leod (2004)
    1. konseling bukan hanya proses pembelajaran individu akan tetapi juga merupakan aktifitas sosial yang memiliki makna sosial. 
  4. Rumusan (Division of Conseling Psychologi)
    1. Konseling merupakan proses pemberian bantuan
    2. 2. Bantuan diberikan kepada individu-individu yang sedang mengalami hambatan atau gangguan dalam proses perkembangan.

Ilustrasi : Konselor
 Jadi, konselor itu sendiri merupakan seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling. Karena topik kali ini adalah psikologi sekolah. Maka konseling yang dibahas disini adalah konseling bagi para siswa di lingkungan sekolah. Sering sekali konselor diberikan perintah oleh sekolah untuk menjalankan disipin dengan cara memberikan hukuman bagi para murid yang bersalah. Padahal seharusnya para konselor tidak dibebani dengan tanggung jawab memberikan hukuman. Mengapa demikian? Agar pembentukan hubungan baik dengan siswa dapat terbentuk. Karena kita mengetahui hubungan baik sangat berpengaruh dalam bimbingan dan konseling. Namun bukan berarti konselor bertugas menjadi pembela dan pembebas siswa dari hukuman. Konselor dapat membantu siswa untuk memahami mengapa tindakannya tidak layak dan membantru siswa memahami akibat tindakannya.


Sebagai seorang psikolog sekolah, seseorang bisa bertugas menjadi seorang konselor di sebuah sekolah. Karena pada kenyataan, tidak semua konselor memiliki semua kompetensi. Jadi idealnya, psikolog sekolah mampu menunjukkan kompetensinya dalam berbagai ranah.
Kompetensi - kompetensi yang dimiliki oleh psikolog sekolah yang kompeten menurut Ysseldyke (1986) adalah : 

Ilustrasi : Manajemen kelas
  1. Manajemen kelas
  2. Komunikasi dan konsultasi antar pribadi
  3. Keterampilan dasar akadeik dan kehidupan
  4. Ketrampilan afektif/sosial
  5. Keterlibatan orangtua
  6. Struktur dan Organisasi kelas
  7. Pengembangan dan Perencanaan Sistem
  8. Pengembangan keterampilan staff
  9. perbedaan individual dalam perkembangan dan belajar
  10. hubungan sekolah dan masyarakat
  11. pengajaran
  12. isu etika dan hukum
  13. pengukuran dan evaluasi
  14. perhatian mengenai budaya yang berbeda - beda.



Sumber : 







Read More here..... “Psikolog Sekolah sebagai Konselor.”  »»

Selasa, 12 April 2011

Down Syndrome

Down syndrome diberi nama sesuai dengan nama orang yang pertama kali mendeskripsikan kondisi tersebut pada tahun 1887, yaitu John Langdon Down.  Dan kemudian pada tahun 1959, baru diketahui bahwa kondisi tersebut terjadi akibat adanya kromosom ekstra dalam tubuh.
John Langdown Down

Reviera Novitasari
Syndrome Down merupakan bagian dari retardasi mental jika dilihat dari faktor genetiknya. Anak dengan retardasi mental akan sulit menyesuaikan diri dan susah berkembang, namun bukan berarti mereka tidak bisa berkembang. Seperti contohnya saja Reviera Novitasari (15) yang menderita down syndrome mendapat medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2008.  Ini membuktikan bahwa anak degan retardasi mental juga dapat berprestasi. Retardasi mental digolongkan menjadi retardasi ringan, moderat, berat dan parah. 

Syndrome down bisa masuk dalam kategori retardasi ringan sampai berat, tergantung rentang IQ yang dimiliki seorang anak. Anak dengan syndorme down mempunyai kromosom lebih  yaitu kromosom ke-47. Kejadian sindroma Down diperkirakan 1 per 800 hingga 1 per 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, terdapat 5429 kasus baru per tahun. Mengenai semua etnis dan seluruh kelompok ekonomi. anak-anak down syndrome memang bisa dilihat langsung perbedaannya dengan anak normal. Wajahnya bulat, tengkorak yang datar, ada kelebihan lipatan kulit di atas alis, lidah panjang, kaki pendek dan retardasi kemampuan motor dan mental. Belum diketahui kenapa ada kromosom lebih. Tapi diperkirakan ada beberapa faktor yang berperan, seperti usia ibu yang sudah cukup lanjut, terpapar ultrasound USG lebih dari 400 kali, pengaruh alkohol, obat-obatan Cina, kesehatan dari sperma dan ovumnya dan lain-lain. 

Nah, sekarang pertanyaanya adalah bagaimana cara belajar yang baik dan benar untuk seorang anak down syndrome?
Salah satunya adalah dengan intervensi dini dan dukungan ekstensif dari keluarga anak dan dari kalangan profesional. Dengan bantuan seperti itu saja, seorang anak down syndrome akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih mandiri. Selain itu bisa juga dengan mengikuti Sekolah Luar Biasa (SLB). Disini anak akan lebih diarahkan untuk bisa menjadi semakin baik lagi. Meski demikian, SLB bukanlah satu-satunya model yang dapat dikembangkan. Model SLB yang memisahkan secara segre-gatif pendidikan regular dengan pendidikan khusus semakin dikritik oleh wacana tanding yang disebut pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus yang disatukan bersama-sama dengan anak normal dalam komunitas sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif didefinisikan sebagai "sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya". Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodasi dan merespons keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Masyarakat dilibatkan sebagai mitra. Dalam lingkungan yang demikian, keanekaragaman disikapi secara adil, demokratis, setara, dan tidak diskriminatif. Jadi dengan merasa diterima, seorang anak down syndrome akan lebih mudah berkembang.


Sumber :
Santrock., J.W. (2010). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://jengfitri-ajah.blogspot.com/2010/04/down-syndrome-tantangan-pendidikan.html
http://www.parenting.co.id/archive/web/article/article_detail.asp?catid=2&id=10
http://www.ahliwasir.com/news/6355/Anak-Down-Syndrome-Juga-Dapat-Berprestasi

Read More here..... “Down Syndrome”  »»

Selasa, 05 April 2011

Fenomena Pendidikan dan Pembahasannya menggunakan Teori Pendidikan, Keluarga dan Konseling

Anggota Kelompok :
Irene Anastasya (10-041)
Putri Mayritza D. W (10-083)
Yohanti Viomanna (10-109)

 
Fenomena I

Malpraktik di dunia pendidikan, dan program induksi untuk mencegahnya

Fenomena II
Perkelahian pelajar

Fenomena III
Fenomena pendidikan RSBI


Pembahasan Fenomena I

Teori Pendidikan :
Jika dilihat, malapraktik di dunia pendidikan terjadi akibat  guru kurang memahami latar belakang dan bakat siswa serta perbedaan budaya antara guru dengan lingkungan sekolah. Sehingga anak akan semakin malas belajar. Kekerasan dalam pendidikan juga bisa mempengaruhi dan menjadi bagian dari malapraktik terseut. Dalam bukunya yang berjudul “DangerousSchool”, Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook (1999) memaparkan tentang sekolah berbahaya. Buku tersebut ditulis berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatannya dalam menjalankan profesinya sebagai psikolog sekolah (school psychologist) selama lebih dari tiga puluh tahun. Dari berbagai kasus yang ditanganinya dan juga kasus-kasus lain yang diamatinya, dia mengungkapkan tentang sekolah berbahaya yang ditandai dengan adanya sejumlah kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment) di kelas.
Yang menjadi pusat perhatian tentang kesalahan perlakuan fisik di kelas yaitu berkenaan dengan pemberian hukuman fisik (corporal punishment) oleh guru terhadap siswanya. Banyak ragam tindakan pemberian hukuman fisik yang ditemukan, mulai dari menyuruh siswa melakukan push-up sampai dengan tindakan pemukulan, biasanya dengan dalih pendisiplinan. Seperti yang terjadi di IPDN. Sering sekali kita mendengar siswa harus meregang nyawa karena kekerasan yang dialainya semasa pendidikan. Tindakan hukuman fisik ternyata tidak hanya menimbulkan rasa sakit secara fisik tetapi juga dapat menyebabkan gangguan stress traumatik (posttraumatic stress disorder), dan masalah-masalah emosional bagi yang mengalaminya. Dalam beberapa kasus, tindakan hukuman fisik pun telah menimbulkan berbagai pengaduan (complain) dari para orang tua, bahkan sampai dengan menyeret pelakunya ke pengadilan.
Selain mengungkap tentang kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment), Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook juga mengungkapkan tentang adanya kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), yang meliputi :
1.      Pendisiplinan dan teknik pengawasan berdasarkan ketakutan dan intimidasi.
2.      Rendahnya jumlah interaksi humanis, yakni guru kurang menunjukkan perhatian, kepedulian dan kasih sayang dalam berkomunikasi dengan siswanya sehingga siswa menjadi terabaikan, terkucilkan dan tertolak.
3.      Kesempatan yang terbatas bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan dan rasa kehormatan dirinya (feelings of self- worth) secara memadai.
4.      Menciptakan sikap ketergantungan dan kepatuhan, justru pada saat siswa sebenarnya mampu untuk mengambil keputusannya secara mandiri.
5.      Teknik pemotivasian kinerja siswa dengan banyak mencela, tuntutan yang berlebihan, tidak rasional, serta mengabaikan tingkat usia dan kemampuan siswa.
6.      Penolakan terhadap kesempatan pengambilan resiko yang sehat (healthy risk) taking), seperti : penolakan pengeksplorasian gagasan siswa yang tidak lazim dan tidak sesuai dengan pemikiran gurunya.
7.      Ungkapan kata-kata kasar, mengejek, penghinaan dan pencemaran nama baik.
8.      Mengkambinghitamkan dan menggertak
9.      Kegagalan dalam mengatasi suasana ketika ada siswa yang diolok-olok, dicemarkan nama baiknya, dan dijadikan kambing hitam oleh teman-temannya.

Pada dasarnya kesalahan tersebut telah mengabaikan keadilan dan demokrasi dalam pendidikan. Tindakan kekerasan dan pelecehan dalam dunia pendidikan, disadari atau tidak, ibarat menanam bom waktu yang dapat meledak kapan saja. Generasi muda yang terbiasa dengan kekerasan dan tindakan pelecehan akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang kekerasan pula. Maka, bukan hal yang mustahil kalau mereka akan menerapkan kekerasan dalam perilaku keseharian, terutama ketika menyelesaikan masalah. Inilah yang akhir-akhir ini terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tidak hanya pada kegiatan MOS dan OSPEK, dalam aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan dosenpun harus menjadi perhatian.
            Pelecehan sekecil apapun atau hukuman yang berlebihan turut andil menabur benih kekerasan dalam diri generasi muda. Karena itu, tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan harus sesegera mungkin di tiadakan, agar lingkaran setan yang menjadi bencana dunia pendidikan dapat segera terputus.
            Kekerasan adalah tindakan yang tidak terpuji dan tentunya sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan.
Oleh karena itu, Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook memandang perlunya upaya untuk menciptakan iklim sekolah yang sehat dan kehidupan yang demokratis di sekolah.

Teori Pendidikan Keluarga :
Teori Konvergensi (William Stern)
Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsanya.
Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi warga negaranya, sesuai dengan dasar-dasar dan tujuan negara itu sendiri, yaitu mengatur kehidupan umum menurut ukuran-ukuran yang sehat sehingga menjadi bantuan bagi pendidikan keluarga dan dapat mencegah apa-apa yang merugikan perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya.
Apabila keluarga tidak mungkin lagi melaksanakan pendidikan seluruhnya (misalnya pendidikan kecerdasan, pengajaran, dan sebagian dari pendidikan sosial ; perkumpulan anak-anak), disitulah negara, sesuai dengan tujuannya, harus membantu orang tua dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dan badan-badan sosial lainnya. Demikian juga, negara berhak dan berkewajiban melindungi anak-anak, bila kekuatan orang tua – baik material maupun moral – tidak dapat mencukupi, misalnya karena kurang mampu, tidak sanggup, atau lalai.
Lebih lanjut, negara harus berusaha dan memberi kesempatan agar semua warga negara mempunyai pengetahuan cukup tentang kewajiban-kewajiban sebagai warga negara dan sebagai anggota bangsa yang mempunyai tingkat perkembangan jasmani dan rohani yang cukup, yang diperlukan untuk kesejahteraan umum (pendidikan kewarganegaraan), dan tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Negara berhak memiliki sendiri apa yang perlu untuk pemerintahan dan untuk menjamin keamanan, juga untuk memimpin dan mendirikan sekolah-sekolah yang diperlukan untuk mendidik pegawai-pegawai dan tentaranya, asal pemimpin ini tidak mengurangi hak-hak orang tua.
Kalau teori ini kita sambungkan dengan malapraktik pendidikan tadi, maka kita bisa mendapatkan bahwa keluarga berpengaruh untuk dapat  mengurangi malapraktik yang terjadi di kalangan pendidikan.  Karena dengan lingkungan yang baik dari keluarga, maka si anak dapat kembali bersemangat untuk belajar. Ataupun orangtua akan memantau sekolah sehingga tidak melakukan hal yang tidak sesuai dalam konteks belajar walaupun itu cara untuk mendisiplinkan anak.

Teori Bimbingan Sekolah:
Pembimbing Konselor termasuk orang yang paling berpengaruh  untuk mengurangi malapraktik yang terjadi dalam pendidikan. Banyak guru beralih bahwa mereka melakukan tindak kekerasan dikarenakan muridnya malas belajar, ingin mendisiplinkan muridnya ataupun hal-hal lain yang sebenarnya tidak harus diselesaikan dengan cara kekerasan.  Anak bisa didisiplinkan dengan bantuan dari Bimbingan Konselor. Seorang guru tidak seharusnya menjatuhkan harga diri seorang anak, tetapi tetap memprioritaskannya menjadi hal yang utama. BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :
1.    Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
2.    Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
3.    Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Secara visual, penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/07/mekanisme-penanganan-siswa-bermasalah1.jpg?w=376
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.


Pembahasan Fenomena II

Teori Pendidikan
Dari kasus diatas,  bisa kita simpulkan bahwa Tidak umum lagi kalau dunia pendidikan saat ini baik lulusan dan yg masih bersekolah dikritik karena tindakan tidak terpuji seperti melakukan tawuran , penodongan (criminal), ataupun seksual dan menggunakan obat-obat terlarang. Hal itu benar-benar meresahkan masyrakat apalagi ditambah adanya jumlah pengangguran yang meningkat.  Adanya hal ini membuat potret pendidikan di Indonesia menjadi tidak baik bagi pandangan negara lain.
pendidikanyang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.

Teori Pendidikan Keluarga
Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjagakeharmonisan hubungan satu dengan yang lain. Jadi dapat disimpulkan, pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budayayang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkanberbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi,keluarga dan masyarakat.
Secara, konteks pengertian pendidikan keluarga dapat kita lihat bahwa keluarga juga memegang peranan yang penting dalam fenomena pendidikan yang terjadi. Di dalam keluarga jika tidak ditanam pendidikan yang baik maka efek yang negatif bisa saja terjadi pada anaknya. Misalnya: orang tua yang bertengkar, bisa saja hal itu membawa anak tersebut terjerumus kedalam obat-obat terlarang.oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga seperti menanam norma dan nilai yang baik sangatlah penting.


Teori Bimbingan Sekolah
Tidak dpt dipungkiri  juga kalau keberadaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan.Iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan Bimbingan menjadi sangat urgen dan mutlak ada.Kenakalan siswa, misalnya. Itu merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan / iklim menjadi rusak. Dan siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut. Dan bimbingan dissekolah mempunyai tugas untuk mencari penyebab terjadinya kenakalan remaja tersebut.Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter) tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani,bebas dari orang tua,dan orang dewasa lain,moralitas dan tanggung jawab kemasyarakatan,pengetahuan dan keterampilan dasar,persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga,pemilihan jabatan dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual.
Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemelihara anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktifitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.


Pembahasan Fenomena III
Teori Pendidikan
Untuk kalangan sekolah yang belum mampu menerapkan sistem RSBI dikarenakan kendala biaya, yang harus ditekankan adalah menjunjung tinggi essensi psikologi pendidikan dalam penerapan sistem belajar mengajarnya, karena itu adalah dasar dari pendidikan tak peduli apapun taraf sekolah tersebut. Agar dapat memenuhi sistem pembelajaran yang tepat, pendidik harus mampu :
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
Pendidik di sekolah RSBI maupun non RSBI diharapkan dapat menerapkan pengajaran yang demikian agar pendidikan yang hendak dicapai dapat dijalankan dengan baik.

Teori Pendidikan Keluarga

dari artikel di atas kita bisa melihat bahwa sekolah RSBI masih menjadi dilema bagi masyarakat dikarenakan biaya operasionalnya  tidak bisa dibilang murah. Begitu banyak persiapan yang harus dipenuhi oleh pihak sekolah untuk menjadikan sekolahnya RSBI yang tepat guna adalah alasan utama mahalnya pendidikan bertaraaf ini. Dalam hal ini sebenarnya orang tua tidak perlu menjadi cemas bahwa anaknya tidak mendapat pendidikan semestinya. Orang tua terutama harus memback-up anak-anaknya melalui pendidikan di rumah karena menurut             Masaru Ibuka (1980), dalam tulisannya mengenai pendidikan anak, mengatakan bahwa anak hendaknya mulai ‘dididik’ sejak lahir. Alasan yang diberikan untuk memulai pendidikan pada masa dini antara lain adalah perkembangan otak cepat terbentuk pada usia dibawah tiga tahun, banyak keterampilan yang hanya dapat dikuasai bila dipelajari pada usia sangat dini. Jelas disini bukan berarti jika bukan anak yang menuntut ilmu di sekolah RSBI  tidak berarti anak tersebut tidak bisa mengejar pendidikan yang ada. Motivasi dari lingkungan keluarga agar anak bisa berkembang dalam pendidikannya akan sangat mempengaruhi. Motivasi keluarga merupakan landasan essensial bagi anak untuk berkembang dengan mandiri dalam pendidikannya tak peduli seberapa mahal aataupun murahnya program pendidikan yang dia tempuh.

Teori Bimbingan Sekolah
Dalam perjalanannya bukan hanya guru saja yang harus  berbenah untuk mencapai mutu yang sama dengan RSBI. Murid sendiri juga harus giat membekali dirinya dengan pengetahuan seperti yang dilandaskan dalam teori  pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ideTeori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).  Dan ini semua dapat dicapai kembali lagi jika siswa mendapat bekal yang kuat dari lingkungan keluarga dan pembelajaran yang mendukung dari sekolah. Bimbingan dan motivasi dari pihak pengajar memang sangat dibutuhkan dalam hal ini, dengan demikian ada keselarasan antara pihan pengajar dan diajar hingga terjadi keselarasan dalam perjalanannya menuju sistem pendidikan yang bermutu.
Jadi, intinya bukan masalah apakah sekolah berstandar RSBI atau bukan,ataupun seberapa mahal anggaran pendidikan yang dikeluarkan, melainkan koordinasi aktif dan kesiapan pihak keluarga,sekolah, maupun murid  itu sendiri untuk mempersiapkan dan mendapatkan pendidikan yang baik dan tepat guna.



Daftar Pustaka

Read More here..... “Fenomena Pendidikan dan Pembahasannya menggunakan Teori Pendidikan, Keluarga dan Konseling”  »»