Cari Blog Ini

Kamis, 17 Februari 2011

Geng: The Adventure Begins

Upin Ipin..
Tidak ada yang tidak mengenal 2 kembar sensasional ini.
Mungkin ketenarannya bisa mengalahkan Spongebob, Doraemon, Dora dan animasi lainnya, terutama di Indonesia dan Malaysia, tempat animasi ini dibuat.
Upin Ipin bukan hanya sekedar memberikan hiburan semata kepada penontonnya. Namun juga memberikan pendidikan moral yang seharusnya sudah diajarkan kepada anak - anak semenjak kecil, seperti kesetiakawanan, tidak membedakan suku, ras, dan agama dan menyanyangi makhluk ciptaan Tuhan, serta bisa digunakan sebagai  media pembelajaran
Seperti yang terjadi pada mata kuliah Psikologi Pendidikan kemarin.
Ketika dosen pengampu saya menayangkan "behind the scene" dan film
Geng: The Adventure Begins. Film Upin & Ipin versi layar lebar ini ternyata melalui proses yang panjang dan lama sekitar 2,5 tahun sebelum akhirnya dapat dinikmati oleh penonton selama 90 menit. Disini saya mempelajari untuk membuat suatu film itu tidak gampang dan butuh proses yang lama. Mereka harus melakukan riset, membuat karakter, dubbing (pengisian suara) dan menambahkan efek 3D. Menurut saya itu bukan hal yang mudah yang bisa dilakukan. Jalan ceritanya juga menarik. Tidak hanya kejenakaan anak - anak yang muncul disini, tetapi romansa cinta antara dua remaja, kesetiakawanan yang erat dan berani menghadapi tantangan.
Terlepas dari pro dan kontra mengenai dunia politik dan hal - hal yang Malaysia lakukan, namun Malaysia menunjukkan bahwa mereka mampu membuat suatu karya animasi yang sangat digandrungi oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya di negaranya saja, tetapi bahkan sudah merambah ke luar negeri.
Dan hal itu seharusnya bisa menjadi media pembelajaran untuk anak bangsa untuk bisa mulai menciptakan suatu kreasi yang baru yang dapat mewabah ke seantero negeri dan bisa merambah sampai ke mancanegara, sehingga nama Indonesia bisa semakin dikenal dalam berbagai aspek.

SEMANGAT INDONESIA!!!!

Read More here..... “Geng: The Adventure Begins”  »»

Minggu, 13 Februari 2011

Technology Literacy.. Sudahkah itu terjadi di Indonesia?

Abad 21 dikenal sebagai abad teknologi dimana berbagai teknologi tumbuh dan berkembang dengan pesatnya bagaikan rumput yang tumbuh di padang. Berbagai perusahaan teknologi dari berbagai bidang saling bersaing memunculkan inovasi - inovasi baru untuk meningkatkan kualitas perusahaannya di mata konsumen. Begitu juga dengan teknologi di bidang pendidikan. Teknologi bagaikan jendela pengetahuan yang dengan cepatnya dapat diakses untuk mendapatkan suatu pengetahuan baru.
Pada dasarnya masyarakat ditunutut untuk melek teknologi (technology literacy). Melek disini bukan hanya mengenal dan mengetahui bahwa teknologi itu ada. Tapi juga mampu memilih, merancang, membuat, dan menggunakan hasil - hasil rekayasa teknolog teknologi tersebut. (Munir 2010 : 174). Mengapa demikian? Karena sebentar lagi dunia akan memasuki revolusi teknologi. Dan untuk mencegah negara tersebut menjadi negara terbelakang, masyarakatnya harus sudah melek teknologi.

Namun sayangnya di Indonesia  technology literacynya masih cukup rendah. Sampai pada tahun 2009 penetrasi komputer di Indonesia hanya 4 %, dan penetrasi internet sekitar 10 %. Jika ingin dikhususkan lagi, technology literacy dalam bidang pendidikan di Indonesia masih sangat minim. Baik pendidik maupun peserta didik masih cuma dalam batas mengenal mengenai teknologi. Padahal untuk menghadapi perkembangan teknologi yang cepat namun terkadang sulit diprediksi, peserta didik harus mempunyai ketrampilan yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan kapan saja dan dimana saja.

Peserta didik di Indonesia memang bisa dibilang cukup aktif dalam hal berteknologi. Namun mereka tidak aktif dalam bidang pendidikan, namun lebih ke arah bidang sosial. Banyak pelajar di Indonesia yang sangat aktif di situs jejaring sosial seperti facebook, twitter dan lain - lain, ataupun dalam game online. Namun jika ditanya milis pendidikan mana yang pernah mereka ikuti (join menjadi anggota), mungkin masih banyak peserta didik yang tidak mengikutinya atau bahkan tidak mengerti maksud dari milis tersebut. Jadi yang bisa dikatakan disini adalah peserta didik Indonesia menggunakan internet masih hanya untuk hiburan tetapi bukan untuk perluasan ilmu pengetahuan. Padahal tolok ukur technology literacy adalah kemampuan mendefenisikan, akses, mengelola integrasi, evaluasi, berkreasi dan berkomunikasi. Disinilah peran pendidik yang melek teknoloi dibutuhkan, sehingga bisa mengarahkan para peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan dasarnya dalam bidang teknologi. Dengan menerapkan Student-centred learning yaitu dengan :
  • mengembangkan kemampuan pesrta didik untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata
  • menumbuhkan pemikiran reflektif
  • membantu perkembangan dan keterlibatan aktif dari pesrta didik dalam proses belajar
bisa meningkatkan technology literacy dari si peserta didik, karena Information and Communication Technology Literacy tidak sekedar pemahaman akan keterampilan teknis, tetapi juga mencakup hal yang bersifat kognitif.

Intinya adalah technology literacy di Indonesia sudah mulai meningkat, namun di bidang pendidikan, technology literacynya masih perlu ditingkatkan dan pendidik sangat berperan penting dalam peningkatan technology literacy dari peserta didiknya. Dengan kata lain, untuk mendapatkan murid yang melek teknologi, diperlukan guru yang melek teknologi.

Sumber :
Munir., (2008). Kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Bandung:
Alfabeta

http://www.tribunnews.com/2010/04/20/tingkat-penggunaan-komputer-di-indonesia-masih-rendah
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=57183
http://elibrary.mb.ipb.ac.id/files/disk1/17/mbipb-12312421421421412-mohammadni-825-10-e27-05-n-n.pdf
 

Read More here..... “Technology Literacy.. Sudahkah itu terjadi di Indonesia?”  »»

Sabtu, 12 Februari 2011

E-mail dan Blog ? Kudu punya dong!!

10041 Irene Anastasya 
10083 Putri Mayritza  
10109 Yohanti Viomanna

Bagaimana pandangan kelompok anda sehubungan dengan kewajiban setiap mahasiswa yang mengikuti Mata Kuliah Psikologi Pendidikan 3 SKS T.A. 2010/2011 harus memiliki e-mail dan blog ditinjau dari uraian psikologi pendidikan dan fenomena pendidikan di Indonesia, Medan khususnya.

Di abad 21 perkembangan tekhnologi amatlah pesat. Perkembangan yang amat pesat itu juga berdampak dalam bidang pendidikan. Dan internet sendiri telah menjadi fenomena dalam bidang tekhnologi. Banyak sekali layanan dalam internet yang mendukung proses pendidikan, beberapa diantaranya adalah blog dan e-mail. Blog dan E-mail jelas sangat penting untuk pendidikan. E-mail sendiri bukanlah barang baru di Indonesia umumnya di Medan khususnya, akan tetapi Blog belum terlalu diminati oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa. Masih banyak yang lebih memilih “bercerita” di jaringan sosial yang juga merupakan micro-blogging seperti facebook dan twitter dibanding menggunakan fasilitas blog. Padahal lewat blog seseorang dapat lebih mengeksplorasi diri dan menambah pengetahuan. 
Selain itu, menurut kelompok kami blog juga bermanfaat untuk membantu proses belajar mengajar di kalangan mahasiswa karena mahasiswa tidak akan hanya terpaku pada tatap muka dengan dosen didalam kelas. Waktu belajar bisa lebih fleksibel dan bisa dilakukan dimana dan kapan saja menggunakan aplikasinyang tersedia dalam blog. Dalam hal pengumpulan tugas juga mahasiswa dapat melakukan penghematan kertas ataupun tinta karena dapat dikirim melalui e-mail maupun di posting di blog seperti yang diterapkan dalam mata kuliah Psikologi Pendidikan 3 SKS Fakultas Psikologi USU T.A. 2010/2011.
Hal seperti ini juga bukan hanya membantu dalam proses pendidikan, tetapi turut membantu pencegahan global warming yang sedang giat-giatnya digalakkan. Blog juga dapat membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dan meningkatkan kreatifitas. Kita dapat melihat bahwa memang penggunaan blog dan e-mail sangat penting untuk menunjang proses belajar mengajar.

Referensi :

Munir., (2008). Kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Bandung:
Alfabeta

Read More here..... “E-mail dan Blog ? Kudu punya dong!!”  »»

Rabu, 02 Februari 2011

Sudah Melek Teknologikah Guru di Indonesia?

Dewasa ini teknologi bukanlah menjadi suatu hal yang baru. Berbagai kalangan sudah mengenal hal ini. Mulai dari TV, radio, internet, komputer dan bahkan telepon genggam (handphone).
Namun, teknologi ini lebih sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan hiburan semata. Padahal jika mau mengolah dan menciptakan suatu inovasi baru, maka teknologi bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Dan hal inilah yang seharusnya menjadi kesempatan untuk menunjukkan profesionalisme seorang guru dalam mengajar.

Murid - murid yang bervariasi menjadikan mengajar menjadi suatu hal yang kompleks. Tidak ada cara mengajar yang efektif untuk semua hal. Namun guru harus menguasai 2 hal utama yaitu pengetahuan dan keahlian profesional dan komitmen dan motivasi. Guru yang efektif harus dapat menguasai materi pelajaran dan keahlian mengajar yang baik, memiliki strategi pengajaran yang baik serta didukung oleh penetapan tujuan, rancangan pengajaran dan manajemen kelas. Mereka tahu bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan murid - murid serta memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna di dalam kelas. Namun, apakah guru - guru di Indonesia sudah melek terhadap teknologi?

Keahlian teknologi sudah seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi para guru untuk dapat meningkatkan cara pengajarannya kepada murid - muridnya. Namun sayangnya di Indonesia masih banyak guru yang gagap teknologi. Mereka menutup mata akan perkembangan zaman yang sudah terjadi. Mereka merasa mapan dengan kemampuan yang sekarang. Padahal di zaman cyber space seperti sekarang ini, seorang guru harus melek teknologi karena e-learning sudah mulai didengungkan ke masyarakat dan e-learning itu membutuhkan seorang guru. Jika gurunya saja masih buta teknologi, bagaimana muridnya dapat mengoptimalisasikan e-learning. Selain itu beberapa guru yang berada di daerah terpencil merasa keahlian teknologi bukanlah suatu hal yang penting yang dapat meningkatkan wawasan anak didiknya. Dan tidak adanya kesempatan untuk lebih dekat dengan teknologi.
Fenomena ini sudah mulai dirasa oleh Persatuan Guru Republik Indonesia dan Departemen Pendidikan di berbagai daerah di Indonesia. Seperti di Sumatera Utara dan Kota Pekalongan yang melakukan program "One Teacher One Laptop" dan "Sagutala" yang keduanya merupakan program pembagian laptop kepada guru - guru sehingga dapat meningkatkan pengetahuan berbasis ilmu teknologi.
Tetapi, selain meningkatkan pengetahuan berbasis ilmu teknologi, guru harus bisa mengintegrasikan komputer ke dalam proses belajar di kelas, mengevaluasi efektivitas game instruksional dan simulasi komputer dan memahami berbagai perangkat lainnya sehingga bisa mengatur para murid untuk menggunakan teknologi secara positif. Karena jika guru tidak mampu memahami perangkatdan fitur - fitur lain pada teknologi, maka murid akan menjengkali gurunya dan menyalahgunakan teknologi tersebut seperti mengakses video porno.

Menurut saya, sosialisasi mengenai keahlian teknologi ini harus semakin ditingatkan di kalangan para guru. Setiap guru yang melakukan sertifikasi sudah seharusnya mendapatkan pelatihan keahlian mengenai teknologi pendidikan ini. Sehingga nantinya guru dapat menggunakan berbagai teknologi dalam kurikulum untuk mengajar, belajar dan manajemen instruksional. Karena melalui teknologi, keahlian penalaran anak akan semakin meningkat. Dan jika keahlian penalaran anak baik, menurut E. L. Thorndike hasil pembelajaran akan semakin baik.

Demikian asumsi saya mengenai keahlian teknologi yang seharusnya dimiliki setiap guru di Indonesia. Terimakasih.

Sumber :
Santrock, John W. 2007 . Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta : Prenada Media Group.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/20/kenapa-banyak-guru-yang-belum-melek-ict/
http://miftahul-ulum.net/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=41
http://www.suaramedia.com/berita-nasional/34043-banyak-yang-gagap-teknologi-pgri-bekali-guru-dengan-laptop.html

Read More here..... “Sudah Melek Teknologikah Guru di Indonesia?”  »»